Friday, September 29, 2017

Kyai Shobari Banyuputih



Kyai Shobari Mbah Guru Banyuputih

Almagfurlloh Kyai Shobari wafat pada 13 Muharram 1399, Oleh masyarakat desa Banyuputih beliau lebih di kenal dengan nama Mbah Guru Sabar, karena memang beliau berprofesi sebagai seorang guru yang mengajar di sekolah rakyat pada masa penjajahan Belanda, pada masa itu untuk  menjadi guru dan bersekolah hanya terbatas pada kalangan orang Belanda dan pribumi ningrat, akan tetapi beliau berpesan pada anaknya agar tidak menjadi pegawai negeri pada pemerintah Belanda, sampai-sampai anaknya yang bernama mbah ridwan disuruh berdagang dan di larang menjadi pegawai negeri, beliau  tidak suka menjadi guru di bawah pemerintahan Belanda.

Gambar : Makam Mbah Kyai Shobari Bin Musa yang terletak di belakang Rumah tempat mengajar Ngaji beliau
Ayah beliau bernama Musa, belakangan menurut mbah Sikun anak beliau yg meninggal beberapa bulan lalu, pernah menemukan catatan nama anak-anaknya termasuk dirinya terdapat gelar seperti raden mas untuk anak laki-laki, dan raden roro untuk anak perempuan, waktu itu kata mbah Sikun beliau bertanya kok ada gelar ini?, jawab Kyai Shobari "simbah (mbah Musa), masih tedak keraton" / kakek masih ada kaitan dengan keraton, mulai generasi anak anaknya gelar raden sudah tidak di cantumkan di depan nama anak-anaknya, setiap kelahiran anaknya kyai Shobari tidak pernah melapor ke keraton guna mendapatkan surat keterangan nasab dan pengakuan dari keraton. Hal ini memang cermin dari ketawadhu'an seorang penempuh Jalan Tarekat, yang bertujuan meniadakan diri. Kepada mbah Sikun beliau berkata; "ora usah Raden-Radenan".
Mbah Musa (ayah Kyai Shobari) merupakan pendatang dari Solo / Jogja, di ceritakan bahwa beliau jenuh dengan kehidupan dalam keraton, kemudian merantau sampai Limpung dan menjadi seorang mantri garam.
Pada masa muda nya Kyai Shobari muda pernah pergi bertapa ke hutan bersama dua orang kawannya dalam rangka pencarian jati diri, kawan beliau bernama Untung dan Ratijan. Dalam masa pertapaan itu mereka bertiga mendengar ada suara tanpa rupa yang berkata "Kalian sudah mencapai tingkatan Tuhan tidak perlu ibadah lagi", Untung dan Ratijan mempercayainya sedangkan Shobari masih tetap pada keimanan dan keislamanya, dengan menganggap itu setan yang sedang menggoda, belakangan Mbah Untung menjadi pemeluk agama hindu, Mbah Ratijan menjadi Kejawen yang menganggap diri sudah mencapai tingkatan Tuhan, yang pernah membuat geger masyarakat Banyuputih dengan yakinnya mengumumkan hari kematiannya, pada saat sudah merasa dekat dengan kematiannya malah nanggap (menggelar hiburan) kesenian Barongan, di tunggu kok tidak meninggal juga,akhirnya meninggal juga tapi tidak sesuai hari yang ia ramalkan. Mbah Ratijan pernah berkata kepada Mbah Kyai Shobari "Bar ; Dewe iku wis ora perlu sembah yang meneh, wis tekan tingkatan Gusti ALLAH, akan tetapi perkataan tersebut tidak di gubris oleh Mbah Kyai Shobari, setelah panjang lebar menasihati mbah Ratijan yang tetap pada pendiriannya.
 Kyai Shobari Berkhalwat
Ketika Jaman sedang gentingnya terjadi peperangan Kyai Shobari melakukan suluk / khalwat selama 40 hari, selama 40 hari tersebut beliau dalam satu hari hanya makan pisang 1 biji.
Menurut Informasi dari salah seorang murid seniornya yang masih hidup bernama Mbah Muridun Bahwa Tarekat yang di tempuh oleh Mbah Kyai Shobari adalah Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah.
Salah seorang muridnya yang bernama Lek Syamsudin pernah berkata bahwa Kyai Shobari jarang tidur, sering Lek Syamsudin mengintip gurunya sedang Wiridan Berdzikir, sambil sesekali terdengar biji tasbihnya.
Galak Dalam Mengajar
Kyai Shobari Mengajar Membaca Tulis Al Qur'an kepada murid-muridnya yang terdiri dari anak-anaknya sendiri dan anak-anak Banyuputih yang datang untuk belajar membaca Al Qur'an.
Mbah Kyai Shobari dalam mengajar memang terkenal tegas dan disiplin, jika makhraj kurang sempurna, walaupun itu anak sendiri pasti akan kena Githik Tuding dari kayu. istilahnya orang sekarang adalah perfeksionis hasil didikannya pun tidak mengecewakan.
Pada masa itu di banyuputih jarang orang yang sholat dan menjalankan syariat agama islam secara benar. Suatu ketika ada orang yang pulang naik haji datang kepada Kyai Shobari mengatakan bahwa ia mendapatkan amanah dari seseorang di Mekkah berupa jubah yang harus di pakai oleh Kyai Shobari. Kyai Shobari pun memakai jubah tersebut dengan perasaan menahan malu, dan jubah tersebut hanya satu kali saja di pakainya.
Suatu Kali Mbah Sikun pernah bercerita bahwa ada seorang tamu yang bertubuh kurus yang datang jauh-jauh dari Banyuwangi hanya untuk minta di doakan oleh Kyai Shobari, Mbah Sikun (anak Kyai Shobari) berkata bahwa dari balik tirai ia menyaksikan "Kyai Shobari berdo'a mengangkat kedua tangannya di ikuti oleh tamunya tersebut".
Pendiri Pondok Pesantren Nurul Huda Banyuputih yang bernama Kyai Kusnaeni,  ketika akan pergi menuntut ilmu agama ke lain daerah terlebih dahulu meminta restu kepada Kyai Shobari.
Kyai Shobari menikah lagi dengan pembantunya karena istri pertamanya meninggal dunia, pembantunya ini sangat sayang kepada anak-anak dan cucunya, pembantunya ini bernama mbah Buyut Su'irah, beliau janda di tinggal meninggal suaminya yang di bunuh Belanda dengan cara di tarik kereta kuda dari Banyuputih sampai ke Subah karena ketahuan membantu pejuang Republik.
Demikian sekelumit riwayat dari Mbah Kyai Shobari Bin Musa Banyuputih, sebenarnya riwayat cerita beliau sangat banyak di karenakan riwayat hidup beliau yang tidak di dokumentasikan dengan tertulis dan sumber di dapatkan dari hasil wawancara dengan orang-orang terdekat beliau dan para muridnya yang masih hidup.
Peninggalan Beliau berupa Jubah kiriman dari seseorang di Mekah yang sampai sekarang belum di ketahui namanya.
Kitab-Kitab ; Salah Satu Kitab Besar Karya Imam Al Ghazali yang di ketahui berada di tangan anak beliau Mbah Nur yang turun kepada anaknya Lek Ruri Paesan Kedungwuni Pekalongan.
Keris Pusaka yang di berikan kepada orang-orang yang sanggup merawatnya.

bi syafa'ati Rasulillah SAW Al Fatihah......
Sumber :
Tanggal : 16 November 2013 pukul 22:54

0 comments:

Post a Comment